Siapa yang mengurusi NU, saya anggap santriku

“Siapa yang mengurusi NU, saya anggap santriku. Siapa yang jadi santriku, maka aku doakan husnul khatimah beserta keluarganya.” Itu adalah perkataan Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari yang memotivasi seluruh warga Nahdlatul ‘Ulama (NU) untuk tetap berkhidmat pada organisasi yang dicintainya. Di mata warga NU, perkataan itu tidak dibatasi ruang dan waktu. Siapa saja yang berkhidmat pada NU sampai akhir zaman ada dalam cakupan dawuh Hadratussyekh.

Kalimat itu pula yang bisa dijadikan pegangan yang membedakan mana yang benar-benar orang NU dan mana yang bukan. Sederhana sekali bukan ?

Mengurusi NU itu bagaimana ? Apakah harus ikut jadi pengurus dalam organisasi ? Afdhol, bagus, alhamdulillah. Mampunya cuma jadi pengamal NU saja, sae, itu pun turut memelihara daya hidup NU agar tetap awet muda.

Lalu bagaimana jika warga ngakunya NU tapi malah ikut gabung sama ormas lain atau parpol ? Hati-hati, ada dua persimpangan jalan. Satu, di ormas atau parpol itu tetap ngurusi NU. Dengan demikian NU memperoleh manfaat dari bergabungnya penjenengan, pangersa, bapak, ibu dan saudara-saudara dalam ormas atau parpol itu. Bahkan malah mampu mewarnai ormas dan parpolnya dengan warna-warna khas NU yang moderat dan santun. Kalau menurut saya, jalan simpang yang satu ini boleh juga dan, mudah-mudahan ada benarnya, termasuk kategori “mengurusi NU”. Kedua, tenggelam untuk kepentingan diri sendiri dan ormas atau parpol yang diikuti dan melupakan NU sama sekali. Ya sudah, apa mau dikata ?

Kembali ke perkataan Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari, “Siapa yang mengurusi NU, saya anggap santriku. Siapa yang jadi santriku, maka aku doakan husnul khatimah beserta keluarganya.” Adalah KH. Ali Maksum (Krapyak) yang menurut saya memberikan penjelasan yang ringkas mengenai apa saja yang perlu dilakukan oleh siapa saja yang memiliki kepedulian terhadap NU.

من وصايا المكرم العالم الشيخ محمد على معصوم كرافياك رحمه الله وأفاض لنا من بركاته وعلومه ونفحاته وانواره:

١. العلم والتعلم بنهضة العلماء

Pertama, yakni Pertama, yakni al-‘alimu wat ta’alum bi nahdlatil ulama. Warga Nahdliyyin mesti mempelajari apa dan bagaimana NU.

٢. العمل بنهضة العلماء

Kedua, yaitu setelah mempelajari juga dianjurkan untuk diamalkan dan diajarkan (Kedua, yaitu setelah mempelajari juga dianjurkan untuk diamalkan dan diajarkan (al-amalu bi nahdlatil ulama).

٣. الجهاد بنهضة العلماء

Ketiga, berjihad sesuai dengan ruh Nahdlatul Ulama yang tercermin dalam Rahmatal lil alamin ( (Al-Jihadu bi nahdlatil ulama)

٤. الصبر بنهضة العلماء

Keempat, ketika kita berjuang harus sabar dengan kemasan Nahdlatul Ulama (Keempat, ketika kita berjuang harus sabar dengan kemasan Nahdlatul Ulama (Ash-Shabru bi nahdlatil ulama)

٥. الثقة بنهضة العلماء

Kelima, setelah semuanya dilakukan kita harus memiliki keyakinan terhadap perjuangan NU (Kelima, setelah semuanya dilakukan kita harus memiliki keyakinan terhadap perjuangan NU (Ats-Tsaqoh bi nahdlatil ulama)

Wallahul muwaffiq ila aqwamit-tharieq,

Post navigation

Leave a Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Macam-macam fitnah terhadap NU pada awal berdirinya

Swara Nahdlatoel Oelama, media pemberitaan pertama milik Nahdlatul ‘Ulama

KH Achmad Siddiq dan Pancasila

‘Al-Mawaidz’, majalah NU asal Tasikmalaya